Mengintip Sekolah Literasi Kalimantan Timur ala SMPN 1 Tenggarong Seberang Kukar

FRASA.ID, KUTAI KARTANEGARA- Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, menggiatkan budaya membaca kepada siswa siswi. Sepak terjang Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Tenggarong, Mujianto, dalam membumikan budaya literasi di sekolah bisa dibilang, tidak patah arang.

Sebab Mujianto percaya, melalui cinta literasi, budaya membaca, akan membawa siswa-siswi SMP Negeri 1 Tenggarong, akan membawa perubahan yang lebih baik.  Mujianto tidak memperhitungkan berapa buku yang harus dilahap siswa dan berapa buku yang dihasilkan oleh kemitraan siswa dan guru.

“Aktivitas membaca tanpa dibatasi,” ungkapnya, Jumat (24/11/2023).

Melalui penetapan sekolah literasi, Mujianto percaya dengan identitas budaya literasi memberikan pencerahan bagi intelektulitas dan moralitas siswa.

“Siswa menjadikan kebiasaan membaca bagian dari dirinya,” ujarnya.

Saat ini, SMP Negeri 1 Tenggarong Seberang sedang membangun pondok baca di empat sudut lapangan sekolah. Demikian disampaikan oleh Mujianto, Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Tenggarong. Dia jelaskan, telah menyediakan pojok baca dan pohon baca di setiap kelas SMP Negeri 1 Tenggarong.

“Lingkungan adalah faktor utama yang tidak terlihat dalam membentuk kebiasaan membaca,” katanya.

Baca juga  Berau Punya Buku Pantun Bahasa Barrau

Mujianto mengutip, seorang psikolog Kurt Lewin, pada tahun 1936, yang menulis rumus sederhana perilaku adalah sebuah fungsi yang ada di lingkungan tersebut.

“Artinya fungsi seseorang dapat maksimal di lingkungan yang memperbolehkan fungsi seseorang itu bekerja,” jelasnya mengutip dalam sebuah bacaan.

Dengan adanya akses-akses membaca maka, tegas Mujianto, mempermudah siswa membaca.

“Kemudahan ini memperlancar membangun kebiasaan membaca,” tegasnya.

Menurut dia, lingkungan yang ramah dengan kebiasaan membaca ini mampu menjaga minat membaca siswa. Karena secara bertahap kebiasaan siswa tidak lagi terpicu oleh satu motivasi.

“Namun sudah terasosiasi dengan perilaku kontekstual setempat,” tuturnya.

Di setiap kelas, juga distimulasi dengan kutipan-kutipan yang menggairahkan minat baca.

“Setiap kebiasaan akan mudah terinisiasi dengan adanya petunjuk yang jelas,” tegasnya.

Dan, naluriah manusia cenderung mengikuti petunjuk yang jelas.

“Dengan adanya infrastruktur ini juga memicu siswa membaca,” katanya.

Sementara itu, salah satu guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Tenggarong Seberang, Ranem, M.Pd, memasangkan Lembar Kerja Siswa atau LKS dengan produk-produk literasi. Karya-karya sastra siswa SMP Negeri 1 Tenggarong dari LKS ini dibukukan oleh Ranem.

Baca juga  DPRD Kaltim Dorong Pemprov Manfaatkan Aset Untuk Tambah PAD

Alhasil, dalam setahun, Ranem dan siswanya dapat menghasilkan 3 sampai 4 buku dalam tiga tahun terakhir. Prinsip Premack ini dilakukan oleh Ranem, yakni memaksimalkan partisipasi siswa dalam kegiatan yang tidak disukai siswa dengan cara mengaitkan aktivitas tersebut dengan aktivitas yang lebih disukai.

“Tentunya siswa merasa terbebani jika saya langsung menargetkan satu buku selesai untuk seluruh siswa,” ujarnya.

Namun Ranem mengaitkan, pembuatan buku dengan kegiatan pembelajaran aktif mata pelajaran Bahasa Indonesia. Sehingga siswa tidak keberatan dalam menjalankan keharusan membuat karya sastra.

Dalam pembelajaran aktif, kata Ranem, proses lebih diberikan kepada siswa SMP Negeri 1 Tenggarong. Dan tentu saja, Ranem menerapkan unsur-unsur pembelajaran aktif. Yaitu Mengalami, Interaksi, Komunikasi, Refleksi (MIKiR) dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.

Lanjut Ranem, kebiasaan mudah terawat jika banyak siswa mempunyai hobi membaca buku ini mengajak temannya. Karena, manusia mempunyai kecenderung untuk meniru orang terdekatnya, seperti gaya bicara atau misi.

Baca juga  Salehuddin Minta Pemprov Kaltim Perhatikan SLB

“Sehingga jika siswa yang suka membaca menularkan kebiasaannya ke temannya,” ujarnya.

Selain itu, siswa juga cenderung mengikuti perilaku kelompok. Salah satu karakter berkelompok manusia adalah mengikuti perilaku kebanyakan.

“Karena ada motivasi untuk diterima dalam sebuah kelompok,” katanya.

Dengan adanya pembuatan buku, siswa terpicu untuk dapat bersama dengan siswa lain untuk menulis. Dengan adanya pembuatan buku, siswa juga merasa ada tempat dan pengaruh untuk lebih berkarya. Keinginan siswa untuk dapat diketahui ini merupakan salah satu strategi untuk menciptakan siklus terus berkarya dalam dunia literasi.

Mengenai konsep pembelajaran ala guru SMP Negeri 1 Tenggarong tersebut, mendapat respon positif dari salah satu siswa, Niluh. Dia ungkapkan, merasa senang sekali konsep pembelajaran yang disampaikan guru SMP Negeri 1 Tenggarong karena tidak membuat bosan dalam belajar.

“Saya senang pembelajaran ini, karena kita dituntut dapat mengekspresikan ide dalam bentuk tulisan dan verbal,” ungkap Niluh. (ADV)

Bagikan: