1.700 umat Hindu di Desa Kertabuana Rayakan Perayaan Nyepi 2024

FRASA.ID, KUTAI KARTANEGARA – Sebanyak 1.700 umat Hindu di Desa Kertabuana, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) melaksanakan ritual adat untuk menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Baru Cakap 1946, pada Minggu (10/3/2024).

Ritual ditandai dengan Pengerupukan diawali dengan melaksanakan Tawar Agung Kesanga yang dilaksanakan di siang hari, selanjutnya di lakukan arak-arakan ogoh-ogoh yang berlangsung dari sore hingga malam hari.

Dijelaskan Kepala Desa Kertabuana, I Dewa Ketut Basuki, ritual sembahyang dilaksanakan di Pura Pasupati setelah itu mereka dipersilahkan untuk kembali ke tempat ibadahnya masing-masing untuk melaksanakan ibadahnya masing-masing.

“Kita sudah mengadakan persembayangan, dan setelah ini akan kembali ke tempat ibadah masing-masing. Di desa kami ada empat Pura, Pura Pasupati, Pura Dalem, Pura Ratu Gede Empu Jagat, Pura Subak Pandan Sari. Jadi kembali ke adat masing-masing. Setelah itu, jam 5 harus kumpul di sini lagi untuk Ogoh Ogoh sampai selesai,” jelasnya.

Baca juga  Pantai Biru Desa Kersik Ramai Dikunjungi Wisatawan Dari Berbagai Daerah

Dalam pelaksanaannya, I Dewa mengatakan sejumlah masyarakat Kertabuana antusias dalam rangka menyambut Hari Raya Nyepi tahun ini. Menurutnya, rangkaian ini tidak hanya menjadi daya tarik bagi umat hindu namun juga menjadi daya tarik bagi umat non Hindu.

“Semuanya tampak menantikan rangkaian kegiatan adat istiadat yang rutin dilaksanakan setiap tahunnya itu. Terutama saat arak-arakan Ogoh Ogoh dimulai, ” ujarnya.

Total ada 5 patung Ogoh-ogoh yang diarak dengan mengelilingi desa. Ogoh Ogoh ini diarak secara gotong royong mengelilingi desa, dan menjadi hiburan tersendiri bagi warga.

Baca juga  Ramadhan Fest 2024 Ditutup Dengan Pembagian Hadiah Bagi Pemenang Lomba

Lebih lanjut, I Dewa Ketut Basuki juga menyebutkan tingginya tingkat toleransi antar umat beragama di Kerta Buana sangat membantu terlaksananya rangkaian kegiatan tersebut. Selain saat arak-arakan Ogoh Ogoh, bentuk toleransi lainnya terlihat saat Catur Brata dimulai.

Catur Brata merupakan salah satu rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi di mana umat Hindu akan melaksanakan 4 pantangan dan melakukan puasa selama 24 jam. Adapun larangan yang dimaksud yaitu, Amati Lelungan, larangan untuk berpergian ke luar rumah. Kemudian Amati Karya, dimana umat Hindu tidak boleh melakukan kegiatan fisik selain beribadah.

Lalu ada Amati Lelanguan, larangan untuk mengadakan hiburan dengan tujuan bersenang-senang. Serta yang terakhir ada Amati Geni atau larangan untuk menyalakan listrik maupun api. Dan untuk menghormati kegiatan ini, mulai dari malam harinya pemadaman listrik akan dilakukan di sebagian Desa Kerta Buana. Juga selama Nyepi berlangsung, kegiatan masyarakat lainnya yang menggunakan pengeras suara seperti Adzan saja yg diperbolehkan untuk menggunakan sound luar, untuk kegiatan mengaji dan lainnya menggunakan sound dalam.

Baca juga  Danau Kumbara Tawarkan Keindahan Alam yang Eksotis

“Saat Catur Brata kami umat Hindu akan puasa selama 24 jam tanpa menyalakan api, tidak melakukan pekerjaan seperti biasanya, tidak melakukan perjalanan dan hiburan juga akan ditiadakan. Jadi malam ini sudah mati lampu di sebagian tempat kami. Syukurnya di desa kami ini toleransinya luar biasa, seperti adzan saat Maghrib saja menggunakan sound luar, setelah itu ngaji di dalam soundnya,” tutupnya.(adv/diskominfokukar)

Bagikan: