FRASA.ID, TENGGARONG – Di tengah geliat transformasi Kutai Kartanegara menuju daerah yang tak hanya kaya budaya, tapi juga inovatif dan berdaya saing, sebuah titik di jantung kota mulai bersinar lebih terang.
Namanya Simpang Odah Etam (SOE)—sebuah kawasan yang kini menjelma menjadi simpul denyut ekonomi kreatif (Ekraf) di Kukar.
Berlokasi strategis di Jalan Kartanegara, tepat di samping bangunan bersejarah Museum Mulawarman, kawasan ini bukan sekadar persimpangan jalan biasa. Ia telah disulap menjadi panggung terbuka bagi kreativitas warga.
Setiap Sabtu malam, lampu-lampu dinyalakan, panggung dibuka, dan masyarakat berkumpul. Ada tawa, nada-nada musik yang menggema, aroma kuliner lokal yang menggoda, serta karya-karya anak muda yang tampil tanpa ragu.
“SOE ini bukan cuma tempat kumpul. Ini titik temu antara tradisi dan inovasi, antara pelestarian dan pertumbuhan ekonomi,” ucap Plt Kepala Dinas Pariwisata Kukar, Arianto, saat ditemui di sela-sela kegiatan akhir pekan, Kamis (10/4/2025).
Lebih dari Ruang Publik
Apa yang terjadi di SOE bukanlah sekadar kegiatan mingguan. Ini adalah awal dari sebuah gerakan budaya baru—gerakan yang mewadahi komunitas kreatif, pelaku seni, dan wirausahawan muda untuk berkembang bersama.
Setiap panggung yang dibuka, setiap stan kuliner yang berdiri, adalah wujud nyata bahwa ekonomi kreatif bisa tumbuh dari akar lokal.
Namun Dispar Kukar tak berhenti di sini. Pengembangan kawasan ini akan meluas ke Taman Titik Nol, yang berada di seberang Museum Mulawarman.
Area eks Tanjung tengah ditata ulang dengan pembangunan teras yang akan menjadikannya panggung seni terbuka—sebuah lanjutan dari semangat SOE, tapi dengan fokus lebih kuat pada pertunjukan dan ekspresi budaya.
“Tempat ini bukan untuk berjualan, tapi untuk menikmati seni, menonton kreativitas tumbuh di ruang terbuka. Kita ingin masyarakat punya ruang untuk mengapresiasi sekaligus menjadi bagian dari pertunjukan itu sendiri,” ujar Arianto.
Tak hanya SOE dan Taman Titik Nol, Dispar Kukar juga tengah menyentuh kembali kawasan Pusat Jajan Serba Ada (Pujasera) yang berada di sekitar Menara Tuah Himba.
Kawasan ini disiapkan menjadi sentra kuliner yang lebih rapi, bersih, dan menarik, lengkap dengan konsep penataan yang akan memanjakan pengunjung.
Namun Arianto menyadari, keberhasilan program ini tak hanya bergantung pada pemerintah. Sinergi dengan pelaku UMKM dan komunitas lokal menjadi kunci.
Jika konsep ini berhasil, ia yakin model SOE bisa direplikasi ke kecamatan lain—menghidupkan ruang-ruang kota sebagai pusat kreativitas yang inklusif.
Hari ini, SOE bukan sekadar nama lokasi. Ia telah menjadi simbol—bahwa kreativitas bisa hidup di ruang publik, bahwa pemerintah hadir sebagai fasilitator mimpi-mimpi anak muda. (*)